“Adakah penyakit yang lebih parah dari kekikiran?” demikianlah pertanyaan retoris yang pernah diajukan oleh Rasulullah saw.
Kita sungguh tidak dapat menutup mata, berbagai fenomena kekikiran telah banyak menyeret umat manusia kepada keburukan dan permusuhan. Kita bisa saksikan, disebabkan sifat kikir segelintir orang, begitu banyak rakyat yang harus kelaparan. Ketika, sifat kikir telah membuat seseorang tega menimbun bahan-bahan pokok yang dibutuhkan masyarakat hanya demi melipatgandakan keuntungan dunia yang fana, pantas saja Rasulullah saw bersabda: “Orang-orang yang meninbun itu terlaknat.”
Kita pun terpaksa harus mendengar bagaimana kekikiran yang ditebar sekelompok orang, juga dapat menyebabkan pertumpahan darah. Sungguhlah benar sabda Rasulullah saw, “Takutlah kamu untuk berbuat kikir, karena kekikiran telah membinasakan orang-orang sebelum kamu. Kekikiran telah menyeret mereka kepada penumpahan darah dan pelanggaran atas apa yang diharamkan kepada mereka.” (HR Muslim)
Hakekat kikir
Hasan Al-Bashri ditanya tentang hakekat kekikiran, beliau menjawab: “Yaitu ketika seseorang melihat apa yang ia infaqkan sebagai pemborosan, dan melihat apa yang ditahan ditangannya sebagai kemuliaan”.
Menurut makna terminologis, kikir berarti menahan apa yang ada ditangan dan tidak memberikan hartanya. Sedangkan menurut makna syariah, kikir berarti bakhil atas segala kebajikan dan kema‘rufan, baik berupa harta atau selainnya, baik yang ada di tangannya maupun di tangan orang lain.
Mari sejenak kita simak hadits berikut ini, Rasulullah pernah menceritakan, “Ada 3 orang dari Bani Israil menderita penyakit belang, botak, dan buta. Allah hendak menguji mereka, maka Allah pun mengutus malaikat kepada mereka..
Malaikat itu datang kepada si belang dan bertanya: “ Apakah yang paling engkau dambakan?” Si belang menjawab: “Saya mendambakan paras yang tampan dan kulit yang bagus serta hilang penyakit yang menjadikan orangorang jijik kepadaku”. Malaikat itu pun mengusap si belang, maka hilanglah penyakit yang menjijikkannya itu, bahkan ia diberi paras yang tampan.
Malaikat itu bertanya lagi, “Harta apakah yang paling kamu senangi?” Si belang menjawab, “Unta”. Kemudian ia diberi unta yang bunting sepuluh bulan. Dan malaikat tadi berkata: “Semoga Allah memberi barakah atas apa yang kamu dapatkan ini”.
Kemudian Malaikat itu datang kepada si botak dan bertanya: “Apakah yang paling kamu dambakan?” Si botak menjawab: “Saya mendambakan rambut yang bagus dan hilangnya penyakit yang menjadikan orang-orang jijik kepadaku ini”. Malaikat itu pun mengusap si botak, maka hilanglah penyakitnya itu, serta diberilah ia rambut yang bagus.
Malaikat itu bertanya lagi: “Harta apakah yang paling kamu senangi?” Si botak menjawab: “Sapi”. Kemudian ia diberi sapi yang bunting. Dan malaikat tadi berkata: “Semoga Allah memberi barakah atas apa yang kamu dapatkan ini”.
Kemudian Malaikat itu datang kepada si buta dan bertanya, “Apakah yang paling kamu dambakan”? Si buta menjawab, “Saya mendambakan agar Allah mengembalikan penglihatanku sehingga aku dapat melihat”. Malaikat itu pun mengusap si buta, dan Allah mengembalikan penglihatannya. Malaikat itu bertanya lagi: “Harta apakah yang paling kamu senangi?” Si buta menjawab: Kambing. Kemudian ia diberi kambing yang bunting.
Selang beberapa waktu kemudian, unta, sapi, dan kambing tersebut berkembang biak yang akhirnya si belang tadi memiliki unta yang memenuhi suatu lembah, demikian juga dengan si botak dan si buta, masing-masing memiliki sapi dan kambing yang memenuhi suatu lembah.
Kemudian Malaikat tadi datang kepada si belang dengan menyerupai orang yang berpenyakit belang seperti keadaan si belang waktu itu, dan berkata: “Saya adalah orang miskin yang kehabisan bekal di tengah perjalanan. Sampai hari ini tidak ada yang mau memberi pertolongan kecuali Allah kemudian engkau. Saya meminta kepadamu -dengan menyebut Dzat Yang telah memberi engkau paras yang tampan dan kulit yang bagus serta harta kekayaan- seekor unta untuk bekal dalam perjalanan saya”.
Si belang berkata: “Hak-hak yang harus saya berikan masih banyak”. Malaikat itu berkata: “Kalau tidak salah saya sudah mengenalimu. Bukankah kamu dahulu orang yang berpenyakit belang sehingga orang lain merasa jijik kepadamu? Bukankah kamu dahulu orang yang miskin kemudian Allah memberi kekayaan kepadamu?”
Si belang berkata: “Harta kekayaanku ini adalah warisan dari nenek moyangku “. Malaikat itu berkata: “Jika kamu berdusta, semoga Allah mengembalikanmu seperti keadaan semula”. Kemudian Malaikat itu datang kepada si botak seperti keadaan si botak waktu itu. Dan berkata kepadanya seperti apa yang dikatakan kepada si belang. Si botak juga menjawab seperti jawaban si belang tadi.
Kemudian Malaikat tadi berkata: Jika kamu berdusta, semoga Allah SWT mengembalikanmu seperti keadaan semula. Kemudian Malaikat tadi mendatangi si buta dengan menyerupai orang buta seperti keadaan si buta waktu itu dan berkata: “ Saya adalah orang miskin yang kehabisan bekal di tengah perjalanan. Sampai hari ini tidak ada yang mau memberi pertolongan kecuali Allah SWT kemudian engkau. Saya meminta kepadamu -dengan menyebut Dzat Yang telah mengembalikan penglihatanmu- seekor kambing untuk bekal dalam perjalanan saya”.
Si buta berkata: “Saya dahulu adalah orang yang buta kemudian Allah mengembalikan penglihatan saya. Maka ambillah apa yang kamu inginkan dan tinggalkanlah apa yang tidak kamu senangi”.
Demi Allah, sekarang saya tidak akan memberatkan sesuatu kepadamu yang kamu ambil karena Allah Yang Maha Mulia. Malaikat itu berkata: “Peliharalah harta kekayaanmu, sebenarnya kamu itu diuji dan Allah telah ridha kepadamu dan murka kepada kedua temanmu (si belang dan si botak).” (HR. Al Bukhari dan Muslim, hadits ini juga disebutkan oleh Al Imam An Nawawi dalam Riyadhush Shalihin hadits no. 65)
Ternyata ada kolerasi yang jelas antara kekufuran dan kekikiran. Demikian pula sebaliknya, antara kesyukuran dan kedermawanan.
Kedermawanan adalah salah satu bentuk kesyukuran seseorang terhadap nikmat yang diberikan kepadanya, sedang kikir adalah salah satu manifestasi dari kufur terhadap nikmat Allah swt. Maka dari itu mengenal faktor-faktor yang dapat menjerumuskan kita kedalam kubangan kekikiran menjadi sangat penting agar terhindar dari sifat yang tercela ini.
Sebab kikir adalah cinta dunia dan tidak meyakini apa yang ada di sisi Allah.
Cinta dunia
Dunia memang bukan untuk dicintai, karena dia fana dan menggelincirkan. Sehingga salah satu doa yang Rasulullah ajarkan kepada kita, “Agar dunia tidak menjadi cita-cita tertinggi kita”, ia hanya boleh digenggam ditangan tidak pantas menginap di hati. Seseorang yang terlalu cinta dunia mengira bahwa menahan harta yang ada ditangannya baik baginya, semua ini dilakukan diantaranya lantaran takut menjadi miskin. Sementara syetan akan terus berusaha menanamkan rasa takut menjadi miskin ke dalam benak siapapun yang sudi digodanya.
“Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui.” ( QS. Al-Baqarah : 268 )
Tidak menyakini apa yang ada di sisi Allah
Seseorang yang merasa ragu akan balasan pahala dari sisi Allah, maka akan timbul pada dirinya ke’enggan’an untuk berderma kepada orang lain yang membutuhkan. Ia lupa atau pura-pura tidak tahu bahwa Allah akan memberi ganti kepada hambanya atas apa yang ia infaqkan.
Padahal, Justru dengan bershadaqah, harta seseorang akan semakin bertambah, barakahnya maupun jumlah harta itu sendiri. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya): “Dan apa saja yang kamu infakkan, maka Dia (Allah) akan menggantinya dan Dialah sebaik-baik pemberi rizki.” (Saba’: 39)
Dampak sifat kikir Jauh dari Cinta Ilahi. “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. (Yaitu)orang-orang yang kikir dan menyuruh orang untuk berbuat kikir dan menyembunyikan karunia Allah yang diberikan kepada mereka.”(An Nisa’: 36-37)
Dibenci manusia. Adakah diantara kita yang senang kepada pribadi kikir? Simaklah ungkapan saudari perempuan Umar bin Abdul Aziz ini,”Betapa buruk sifat kikir itu. Demi Allah, andai dia adalah pakaian takkan sudi aku mengenakannya”, kikir itu buruk dimata manusia apalagi dimata para ulama’, buruk disetiap masa apalagi pada bulan ramadhan….
Tertimpa Adzab yang pedih dan jauh dari syurga. “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka dengan adzab yang pedih.” (At Taubah:34)
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat… ( QS. Ali Imran: 180 )
Mereka yang kikir akan rugi secara psikologis karena batinnya senantiasa gelisah hidupnya tidak tentram, rugi secara social karena hubungannya dengan masyarakat sekitarnya tidak akan harmonis, bahkan menjadi lemah dan mudah terjerumus pada kemungkaran karena sifat kikir akan menghambatnya berbuat baik berkorban unruk sesama. Agar terhindar dari sifat kikir “Dan barangsiapa yang terbebas dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang mendapatkan kemenangan.” (Al Hasyr: 9)
Saudaraku, Sadari dan rasakanlah nikmat hidup ini, peliharalah rasa sayang dan empati pada sesama, Segera dan jangan tunda lagi niat baik untuk berbagi, jangan sekali-kali kau sepelekan sekecil apapun upaya yang kau berikan, sungguh Allah maha melihan dan membalas segala derma, Jangan lagi takut menjadi miskin karena tiada yang jadi miskin karena memberi, dan berbagi tidak hanya dengan harta, camkan.. kikir itu hanya akan mencederai imanmu, maka perbanyaklah berdoa agar terhindar daru kekikiran dirimu…
“Tetaplah berbagi” karena malaikat pun berdoa…
“Tidaklah seorang hamba berada di pagi hari kecuali dua Malaikat turun kepadanya, yang salah satunya berkata: Ya Allah, berilah orang yang berinfak gantinya. Dan yang lain berkata: Ya Allah, berilah orang yang kikir kerusakan.” (HR. Al Bukhari, Muslim)
No Responses