Nifak berasal dari kata nafaqa, yunafiqu, nifaqan yang bermakna putusnya sesuatu dan hilangnya bekas-bekasnya. selain itu, kata ini pula menunjukkan salah satu lubang keluarnya hewan kecil yang bernama yarbu’ (hewan sejenis tikus). Yang mana, ketika dicari melalui salah satu lubang maka ia keluar melalui lubang lainnya. Karenanya, orang munafik sering dianggap orang yang bersembunyi di balik topeng fisiknya untuk tidak menunjukkan wajah asli yang sedang disembunyikan.
Sedang berdasarkan tinjauan keislaman, nifak berarti menampakkan kebaikan sambil menyembunyikan keburukan. Dengan pengertian ini, tampak jelas bahwa orang-orang munafik adalah mereka-mereka yang tergabung dalam komunitas Islam dan kaum Muslimin dengan tampilan islami, sekali pun secara internal sangat membenci Islam dan segala yang terkait dengannya.
Berdasarkan hal ini, kemunafikan dianggap lebih buruk dibanding dengan kekafiran. Karena kekafiran adalah sikap benci yang sangat nyata dan tampil dengan kebencian tersebut tanpa ada yang disembunyikan. Sementara, kemunafikan adalah style yang susah untuk dideteksi secara dini dan disikapi secara baik karena tampil bak sahabat dan teman yang baik. Tentang buruknya kemuanafikan, diterangkan oleh Allah dalam firman-Nya, “Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari Neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.” [QS. An-Nisaa’[4]: 145]
Ragam Kemunafikan
Kemunafikan dalam Islam secara garis besarnya terbagi ke dalam dua lingkup besar, yaitu: nifak besar dan nifak kecil. Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Kemunafikan sama halnya dengan kekafiran. Ada kemunafikan yang tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam. Dengan demikian, sering kali disebutkan bahwa terdapat kekafiran yang mengeluarkan dari Islam dan ada pula kekafiran yang tidak demikian; Nifak besar dan nifak kecil.”
1. Nifak Besar (Nifak dalam Aspek Akidah [ideologi] dan Keyakinan)
Adalah sikap menampakkan keislaman dan keimanan dalam kehidupan sehari-hari dengan menyembuyikan kemunafikan dan permusuhan dalam hati. Kemunafikan seperti inilah yang terjadi di zaman Rasulullah Saw. al-Qur’an secara beruntun mencemooh orang-orang yang mengidap penyakit nifak seperti ini dan menghina mereka dengan beragam istilah dan ungkapan. Ibnu Rajab mengatakan, “Nifak besar adalah jika seseorang menyatakan secara lisan beriman kepada Allah, malaikat-Nya, hari akhir, para nabi dan rasul-Nya. Namun ia menyembunyikan sesuatu yang membatalkan semua atau sebagian pengakuan tersebut.”
Nifak jenis ini ada empat macam, yaitu:
A. Mendustakan Rasulullah Saw. atau mendustakan sebagian ajaran yang beliau sampaikan.
B. Membenci Rasulullah Saw. atau membenci sebagian risalah beliau.
C. Merasa gembira dengan kemunduran agama Islam.
D. Tidak senang dengan kemenangan Islam.
2. Nifak Kecil. (Nifak dalam Aspek Amaliah)
Adalah sikap acuh tak acuh terhadap ajaran Islam ketika dalam kondisi tersembunyi (sendirian), tetapi mengamalkannya ketika dalam kondisi ramai. Namun, keyakinan hatinya terhadap Allah tetap terjaga dan kepercayaannya terhadap akidah Islam tetap utuh. Kemunafikan seperti ini tidaklah membuat pelakunya keluar dari ranah keislaman, sebagaimana kemunafikan jenis pertama. Namun jika kemunafikan seperti ini tidak diupayakan untuk senantiasa dikikis dengan sikap dan komitmen terhadap amalan-amalan islami maka dikhawatirkan akan berubah menjadi nifak besar.
Terkadang pada diri seorang hamba terkumpul kebiasaan-kebiasaan baik dan kebiasaan-kebiasaan buruk, keimanan dan kekufuran sereta nifak. Karena itu, ia mendapatkan pahala dan siksa sesuai konsekuensi dari apa yang ia lakukan, seperti malas dalam melakukan shalat berjama’ah di masjid. Ini adalah di antara sifat orang-orang munafik. Rasulullah Saw. menegaskan, sebagaimana riwayat Abu Hurairah r.a. “Shalat yang paling berat dilaksanakan oleh orang-orang munafik adalah shalat isya dan shalat subuh. Jika mereka mengetahui besarnya pahala kedua shalat tersebut maka mereka pasti akan datang (untuk melaksanakannya secara berjama’ah) sekali pun mereka merangkak.” (HR. Muslim)
Juga pada hadits lain kita menemukan beberapa fenomena kemaksiatan yang menjadi ciri-ciri orang yang terinfeksi dengan nifak amali. Beberapa sifat tersebut seperti jika berbicara dan bercerita seringkali berdusta dan berbuat kebohongan. Demikian pula ketika diserahkan amanah tertentu, terkadang mereka mengkhianati amanah tersebut dan tidak melaksanakannya secara profesional. Demikianlah yang ditunjukkan oleh hadits riwayat Abu Hurairah r.a., bahwasanya Rasulullah Saw. menegaskan, “Tanda-tanda orang munafik (secara amali) adalah bahwa apabila ia berbicara maka ia suka berbohong. Manakala ini berjanji (untuk suatu urusan atau pertemuan) maka ia sering tidak menepati janjinya. Dan, jika ia dipercayakan suatu amanah maka ia tidak melaksanakannya sebagaimana mestinya.” (HR. Bukhari, no. 657 dan Muslim, no. 651)
Dengan perluasan makna, hadits lain juga mengungkapkan tentang indikasi kemunafikan beserta pejelasan tentang kadar kemunafikan yang kemungkinan ada pada diri seseorang berdasarkan banyaknya kemaskiatan yang dilakukan. Dari Abdullah bin Amr, bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda, “Ada empat hal yang jika terdapat pada diri seseorang, maka ia menjadi seorang munafik sejati. Dan, jika terdapat padanya salah satu dari sifat tersebut, maka ia memiliki satu karakter kemunafikan hingga ia meninggalkannya; (1). jika dipercaya, ia berkhianat, (2). jika berbicara, ia berdusta, (3). jika berjanji ia memungkiri, dan (4). jika bertengkar, ia melewati batas.” (HR. Bukhari, no. 34 dan Muslim, no. 58)
Perbedaan Nifak Besar dan Nifak Kecil
Terdapat sejumlah hal yang membedakan antara nifak besar dan nifak kecil, seperti yang dipaparkan berikut:
A. Nifak besar mengeluarkan pelakunya dari Islam, sedangkan nifak kecil tidak mengeluarkannya dari Islam.
B. Nifak besar terjadi karena perbedaan antara yang lahir dengan yang batin dalam aspek keyakinan. Sedangkan nifak kecil terjadi karena berbedanya yang lahir dengan yang batin dalam aspek perbuatan, bukan sama sekali dalam hal keyakinan.
C. Nifak besar tidak menimpa seorang Mukmin, sedangkan nifak kecil bisa terjadi pada dirinya, sesuai naik turunnya kondisi keimanan.
D. Pada umumnya, pelaku nifak besar tidak bisa bertaubat. Lain halnya dengan nifak kecil, pelakunya terkadang bertaubat kepada Allah, sehingga Allah menerima taubatnya.
Rasa Takut dan Khawatir Terhadap Kemunafikan
Orang-orang yang memiliki keimanan yang baik dan benar senantiasa merasa khawatir jika mereka terinfeksi oleh sifat munafik, baik yang termasuk dalam lingkup akidah dan ideologi maupun yang sifatnya amali. Sebaliknya, orang-orang yang bermasalah keimanannya terkadang merasa aman dari sifat kemunafikan dan dosa lainnya. Sekiranya kita patut mencontoh sikap para sahabat yang digelisahkan oleh dosa-dosa, teramasuk sifat kemunafikan seperti ini.
Hanzalah, salah seorang sahabat Rasulullah Saw. menceritakan, “Suatu ketika, Abu Bakar r.a. bertemu dengan saya. Beliau menegur saya dengan berkata, “Bagaimana kondisimu wahai Hanzahalah? Saya jawab, “Hanzhalah telah munafik”. Ia mengatakan, Subhanallah! Maksud kamu? Saya menjawab, “Ketika kita bersama Rasulullah dan beliau mengingatkan kita dengan Surga dan Neraka sehingga seolah kita melihatnya dengan mata kepala sendiri. Namun, tatkala kita keluar dari sisi beliau dan kita bergabung dengan keluarga dan segala kesibukan hidup ini, kita kembali lupa segalanya.” Abu Bakar berkomentar, “Sungguh kita sering merasakan hal demikian”. Lalu kami berangkat menemui Rasulullah Saw. Ketika kami bertemu beliau, saya berkata, “Hanzalah telah munafik ya Rasulullah”. Beliau berkata, Bagaimana hal itu bisa terjadi? Saya menjawab, “Ketika kita bersamamu dan engkau mengingatkan kami dengan Surga dan Neraka sehingga seolah kami melihatnya dengan mata kepala sendiri. Namun, tatkala kami keluar dari sisi engkau dan kami bergabung dengan keluarga dan segala kesibukan hidup ini, kami kembali lupa segalanya” Rasulullah berkata, “Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, seandainya keimanan kalian senantiasa seperti ketika kalian bersamaku dan ketika menerima nasehat dariku maka para malaikat akan menjabat tangan kalian (sebagai bentuk ucapan selamat dan ucapan sukses) di tempat tidur dan di jalanan kalian. Tetapi hendaknya bertahap wahai hanzhalah (sesaat dalam kondisi keimanan yang tinggi dan saat yang lain melemah)”.
Sebagai penutup, mari kita kutip pengakuan Ibnu Qayyim al-Jauziyah terkait degan kondisi sahabat yang senantiasa mengkhawatirkan diri mereka jika terkena kemunafikan. Beliau mencatat, “Demi Allah, hati para generasi tersebut telah dipenuhi oleh nuansa keiamanan dan keyakinan yang kokoh, tetapi rasa khawatir mereka terhadap penyakit nifak tersebut sangat luar biasa, beban mereka begitu berat saat mengingatnya. Selain mereka, banyak yang keiamanan mereka saja tidaklah melampai tenggorakan, namun berdalih dan mengklaim bahwa iman mereka seperti keimanan Jibril dan Mikail.”
Wallahu A’lam.
Tags:
No Responses