Tergesa-gesa dalam bahasa Arab disebut isti’jal. Secara istilah, isti’jal berarti keinginan untuk merubah suatu keadaan dalam waktu singkat tanpa memperhatikan efek buruk yang ditimbulkan serta tidak disertai persiapan yang matang. Ibnu Qayyim dalam kitab “Ar-Ruh” mengatakan, “Sikap tergesa-gesa adalah keinginan untuk memperoleh sesuatu sebelum waktuya tiba, disebabkan karena besarnya keinginan terhadap hal tersebut. Seperti halnya orang yang memanen buah sebelum tiba masa panennya”. Seperti halnya mengeluh, tergesa-gesa juga merupakan karakter dasar manusia. (QS al-Isra’: 11). Namun, sekalipun banyak negatif dan efek buruknya, tetapi tetap saja dibutuhkan dalam beberapa hal, di antaranya:
A. Mengantarkan jenazah ke kuburan
Hal ini agar supaya sang mayat segera mendapatkan haknya berupa kenikmatan kubur jika ia termasuk orang beriman dengan baik. Namun, jika ia seorang kafir berarti kita menjauhkan keburukan dengan segera. Dari Abi Sa’id al-Khudri r.a., bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda, “Apabila jenazah telah dikafani dan siap dipikul oleh beberapa lelaki di atas pundak mereka, maka jika shaleh ia berkata ‘segerakanlah aku’, dan jika dia bukan orang shaleh maka ia berteriak ‘celakalah aku, ke manakah mereka akan membawaku’. Teriakannya terdengar oleh semua mahluk selain manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim)
B. Memohon ampunan dari dosa dan maksiat
Selain mengantar jenazah, Islam juga memerintahkan kita untuk senantiasa tergesa-gesa dalam memohon ampunan dari dosa-dosa yang kita lakukan. Allah Swt. berfirman, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu.” (QS Ali Imran: 133)
Suatu ketika seorang sahabat bernama Khabbab bin Arat datang kepada Rasulullah Saw. mengeluhkan siksaan dan goncangan yang dia hadapi bersama saudara-saudaranya. Ia meminta agar Rasulullah memohonkan pertolongan Allah untuknya serta mendoakannya. Rasulullah lantas bersabda menanggapi permohonan Khabbab, “Pernah ada seseorang sebelum kalian, digalikan tanah lalu dimasukkan ke dalamnya, kemudian didatangkan gergaji dan diletakkan di kepalanya hingga badannya terbelah menjadi dua, namun itu tak membuatnya bergeming dari agamanya. Badannya disisir dengan sisir dari besi hingga tak tersisa sedikit pun daging yang menempel pada tulang-tulangnya, itupun tak membuatnya meninggalkan agamanya. Sungguh Allah pasti akan menyelesaikan urusan (agama) ini hingga seorang pengendara berjalan dari San’a menuju Hadramaut; tak lagi takut kecuali pada Allah atau serigala yang akan menerkami domba-dombanya. Tapi kalian terlalu tergesa-gesa.” (HR. Bukhari)
Sering kali kita begitu cepat ingin terlepas dari berbagai belenggu ujian tanpa menyadari bahwa itu adalah sebuah keniscayaan dalam kehidupan manusia. Kita tidak menyadari bahwa ujian itu adalah resiko yang harus dihadapi saat kita mulai bersaksi di hadapan Sang Khalik sebagai seorang mukmin. Inilah gambaran sederhana ketergesa-gesaan itu seperti disampaikan dalam hadis sebelumnya.
Ini tidak berarti bahwa seseorang tidak boleh memohon pertolongan Allah dan keringanan terhadap ujian yang sedang dihadapi. Juga bukan berarti pertolongan itu tidak ada sama sekali. Tetapi seperti disampaikan sebelumnya bahwa pertolongan itu senantiasa ada dan sangat dekat sekali dari orang-orang yang memenuhi syarat untuk mendapatkan pertolongan. Hanya saja Allah ingin melihat, apakah kita termasuk hamba yang bersabar ataukah kita tergolong mereka yang tergesa-gesa. (Lihat: QS Al-Baqarah: 214)
Dampak Buruk Sikap Tergesa-Gesa
Karena sifat ini banyak berakibat buruk pada pelakunya maka pasti tergolong sifat yang dibenci dalam Islam. Diantara dampak buruk sifat tergesa-gesa adalah:
A. Mengakibatkan kelesuan berkepanjangan (futur)
Banyak orang ingin menyelesaikan suatu pekerjaan dalam waktu sesingkat mungkin tanpa menyadari kapasitas fisik yang dimiliki. Sehingga begitu ia menyadari kelemahan dan keterbatasannya, sedang rasa lelah dan letih mulai menyerang, maka ia pun mendadak lemas dan tak bersemangat lagi. Inilah barangkali alasan mengapa Rasulullah begitu bijak memandu kita dalam melakukan amalan ibadah. Dari Aisyah r.a., bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda, “Sebaik-baik amalan adalah yang dilakukan secara terus-menerus meski pun kuantitasnya hanyalah sedikit”. (HR Muslim)
B. Mengantarkan pada akhir yang buruk
Dapat dibayangkan apa yang terjadi pada tahun ke-6 hijriyah tatkala Rasulullah dan para sahabatnya ingin mengunjungi Ka’bah, jika mereka terburu-buru memaksakan diri memasuki kota Makkah. Ya, pertumpahan darah ujungnya. Itulah akhir yang buruk. Dengan kekuatan yang dimiliki, kaum muslimin kala itu sangatlah mungkin melewati beragam rintangan kaum Quraisy. Inilah yang dikehendaki Umar bin Khattab beserta hampir semua sahabat yang menyertai Rasulullah dalam perjalanan itu. Mereka tidak setuju dengan sikap Rasulullah, yang begitu mudah menyetujui perjanjian Hudaibiyah, yang tampaknya sangat merugikan ummat Islam. Namun itulah keputusan beliau. Keputusan yang penuh perhitungan dan jauh dari unsur ketergesa-gesaan. Maka saksikanlah betapa indah akhir dari keputusan itu; Fathu Makkah. Pembebasan kota Makkah yang penuh dengan damai dan jauh dari dendam kesumat.
Sebab-Sebab Ketergesa-Gesaan.
Jika ditelusri secara mendalam, ditemukan beberapa faktor pemicu terjadinya sikap tergesa-gesa, diantaranya:
1) Tabiat yang tak terdidik dengan baik.
Tergesa-gesa adalah tabiat dasar tiap individu (QS al-Isra’ ayat 11). Sikap ini masuk dalam potensi buruk yang bersemayam dalam jiwa manusia, yang membutuhkan pengarahan agar tidak berujung petaka. Siapa pun merasa tak sanggup mengarahkannya dengan baik akan menuai hasil negatif darinyai. (Lihat: QS as-Syams: 8-10)
2) Semangat yang tak terkendali.
Setiap manusia pasti mengalami saat-saat di mana ia begitu bersemangat melakukan suatu amalan. Ini pula yang dialami Rasulullah Saw. di awal-awal masa kenabian beliau. Beliau begitu bersemangat hingga tergesa-gesa ingin secepatnya menguasai ayat-ayat al-Quran yang diturunkan kepadanya. Beliau pun segera mendapat teguran dari Allah, “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya.” (QS al-Qiyamah: 16)
3) Tak sanggup memikul beban berat dalam waktu yang lama.
Tiap suatu pencapaian dalam hal apapun selalu membutuhkan jalan yang panjang dan sarat rintangan. Mereka yang tak mampu memikul beban dan rintangan dalam waktu lama akan berusaha menyelesaikan apa yang direncanakan dalam waktu sesingkat mungkin agar segera terhindar dari rintangan dan beban itu.
4) Tidak mengikuti sunnatullah.
Tak ada yang sulit bagi Allah jika Ia menghendaki penciptaan langit dan bumi dalam sekejap. Demikian pula penciptaan manusia yang begitu rumit dan panjang. Namun inilah sunnatullah yang ingin Allah tunjukkan pada kita manusia. Bahwa setiap sesuatu menjadi indah dan sempurna bila melalui sebuah proses yang mesti dilalui. Jika tergesa-gesa, maka suatu pekerjaan akan kehilangan nuansa keindahan dan kesempurnaannya. Dari Abdullah bin Mas’ud r.a., bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya seseorang dari kalian disempurnakan penciptaannya dalam perut ibunya, empat puluh hari sebagai nutfah, lalu empat puluh hari menjadi segumpal darah, dan empat puluh hari pula menjadi segumpal daging, lalu diutus kepadanya malaikat yang meniupkan ruh dan menuliskan empat kalimat: ketetapan rezeki, ajal, amalan, serta sengsara atau bahagia.” (HR. Bukhari dan Muslim).
5) Lalai dari tujuan utama setiap amalan
Allah menciptakan manusia lalu menetapkan tujuan utama mereka, yaitu ibadah dengan penuh kecintaan dan ketulusan. Mereka yang sadar akan hal ini tak akan pernah tergesa-gesa dalam melakukan tiap rangkaian amalannya. Sebab mereka tau bahwa sekecil apapun itu sepanjang diniatkan sebagai ibadah maka akan mendatangkan pahala dari Allah. Bukan hanya pencapaian besar yang dinilai dan diganjar pahala oleh Allah, namun potongan-potongan amalan yang menghantarkan menuju pencapaian besar itulah yang lebih menarik perhatian dari Allah. Itulah sebabnya Allah berfirman “Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS at-Taubah: 105)
Terapi Sifat Tergesa-Gesa
1. Selalu menghadirkan kesadaran bahwa tiap aktivitas yang dilakoni seorang mu’min dapat bernilai ibadah. Maka niatkanlah untuk ibadah niscaya Anda akan menuai pahala. Allah selalu menilai potongan-potongan usaha kita, bukan hasil yang kita capai.
2. Bersahabatlah dengan orang-orang yang tidak tergesa-gesa serta memiliki pengalaman dalam mengatasi sikat buruk tersebut.
3. Biasakan diri mengambil pelajaran berharga dari akibat buruk yang ditimbulkan oleh sikap tergesa-gesa. Bacalah sejarah orang-orang terdahulu; para nabi, Rasulullah dan para sahabat, serta para salafus shaleh.
4. Bekali diri dengan ilmu yang mumpuni. Pelajari seberapa berat pekerjaan yang akan Anda lakukan, lalu bandingkan dengan kemampuan yang Anda miliki serta kesempatan yang tersedia.
5. Sadarilah bahwa sikap tergesa-gesa berasal dari setan, sementara tenang dan perlahan berasal dari Allah. “Sifat tenang adalah dari Allah, dan sifat tergesa-gesa adalah dari setan.” (HR. al-Baihaqi. Statusnya hasan menurut al-Albani).
No Responses